Beranda | Artikel
Al-Quran Sebagai Pembeda
Kamis, 18 Februari 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi

Al-Qur’an Sebagai Pembeda adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Ayat-Ayat Ahkam. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Kamis, 8 Jumadal Akhirah 1442 H / 21 Januari 2021 M.

Ceramah Agama Islam Tentang Al-Qur’an Sebagai Pembeda

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مِن قَبْلُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَأَنزَلَ الْفُرْقَانَ ۗ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّـهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ ۗ وَاللَّـهُ عَزِيزٌ ذُو انتِقَامٍ ﴿٤﴾

Allah menurunkan Taurat dan Injil sebelum Al Quran, sebagai petunjuk bagi manusia, dan Allah menurunkan Al-Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, bagi mereka adzab yang keras, dan Allah Maha Perkasa lagi memiliki balasan adzab.” (QS. Ali-Imran[3]: 3)

Kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya

Ayat ini menunjukkan tentang kasih sayang dan perhatian Allah kepada hamba-hambaNya. Dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kitab-kitabNya kepada para rasulNya sebagai petunjuk bagi manusia. Sehebat/sekuat/sepintar apapun manusia, mereka tidak akan bisa mengenal dan menuju kepada Allah kecuali lewat Para Rasul Allah.

Ini menunjukkan bahwa kepintaran/kecerdasan tidak menjadi patokan dasar mendapatkan hidayah. Kita butuh akan bimbingan Para RasulNya. Karena manusia tersesat kalau tidak kembali kepada Para Rasul Allah.

Sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus, manusia memiliki kemampuan yang sangat luar biasa, memiliki badan dan otot yang kuat-kuat, bisa membangun ini dan itu, bisa menembus gunung, bisa memahat batu yang sangat keras, bisa membangun peradaban. Itu semua Allah hancurkan karena tidak mengikuti para utusan Allah.

Sepintar apapun kita, kita butuh kepada bimbingan Allah. Oleh karena itu Allah utus RasulNya untuk membimbing manusia. Makanya tidak semua bisa kita pahami dengan akal. ‘Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

لو كان الدينُ بالرأي لكان أسفلُ الخف أولى بالمسحِ مِن أعلاه

“Seandainya agama dengan akal, niscaya bawah sepatu khuf lebih pantas untuk diusap daripada yang atasnya.”

Abu Hanifah pun bernah berkata:

لو كان الدين بالرأي لقلت بوجوب الاغتسال من البول و الاكتفاء على الوضوء في خروج المني

“Seandainya agama dibangun dengan akal, aku akan berpendapat setiap buang air seni maka wajib mandi besar dan saya tidak berpendapat untuk mandi kalau keluar air mani.”

Ini merupakan rahmat Allah bagi hamba-hambaNya.

Hikmah Allah

Ayat ini menetapkan adanya hikmah bagi Allah dalam hukum-hukumNya yang syar’i sebagaimana hikmahNya ada dalam hukum-hukumNya kauni. Allah berfirman: “Ini petunjuk bagi manusia.”

Dan di antara nama Allah adalah Al-Hakim, Allah memiliki hikmah. Hikmah adalah وضع الشيء في موضعه (meletakkan sesuatu pada tempatnya).

Kalau ada dari perbuatan/syariat Allah yang kita tidak mengetahui hikmahnya, maka itu menunjukkan tentang kurang/pendek/terbatasnya pemahaman kita dari mengetahui hikmah. Dan apabila terjadi apa yang kita anggap menyelisihi hikmah, maka menunjukkan tentang keburukan dari pemahaman kita.

Oleh karena itu Syaikh berkata bahwa orang yang mengira tidak ada hikmahnya, berarti pemahamannya kurang. Dan orang yang mengira bahwa apa yang ada itu menyelisihi hikmah, maka pemahamannya buruk. Adapun orang yang Allah berikan pemahaman yang lurus, dia akan mengetahui bahwa segala sesuatu ada hikmahnya.

Al-Furqaan

Maksud Furqaan adalah mengandung yang bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil, yang benar dengan yang dusta, yang mukmin dengan yang kafir, antara yang bermanfaat dan yang mudharat, dan seluruh yang mengandung perbedaan, maka kitab suci itu bisa membedakannya dengan lebih jelas.

Kalau seseorang semakin mempunyai ilmu tentang adanya perbedaan, maka dia lebih mendapatkan petunjuk dengan kitab-kitab yang Allah turunkan. Contohnya adalah orang yang bisa membedakan antara syirik besar dan syirik kecil, ini adalah orang yang lebih bisa mengambil faedah dari Al-Qur’an. Juga orang yang bisa membedakan mana nifaq besar dan mana nifaq kecil, mana kufur besar dan mana kufur kecil, mana yang halal dan mana yang haram.

Setiap orang yang memiliki ilmu tentang perbedaan-perbedaan itu, maka orang tersebut adalah orang yang lebih mendapatkan hidayah. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang berilmu.

Maka hendaknya kita memiliki perhatian untuk mengetahui perbedaan-perbedaan antara hal-hal yang mirip. Ini adalah sebuah ilmu yang diambil oleh sebagian ulama dalam kitab-kitab fiqih. Mereka menjelaskan perbedaan antara jual-beli dengan ijarah, antara ijarah dan  jualah, antara rahn dan dhaman, antara wajib dan sunnah, dan seterusnya.

Begitu juga dalam ilmu aqidah dan tauhid. Kita harus tahu perbedaan antara syirik besar dan syirik kecil, antara kufur besar dan kufur kecil, antara nifaq besar dan nifaq kecil.

Misalnya ada seseorang yang bersumpah dengan selain nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita katakan musyrik (dia berbuat syirik). Jika ada orang menyembah berhala, kita katakan juga musyrik. Dua orang ini berbeda. Adapun yang pertama adalah syirik asghar yang belum mengeluarkan dia dari Islam, tapi dia melakukan dosa besar. Adapun yang menyembah berhala adalah syirik akbar dan mengeluarkan dia dari Islam.

Jenis inilah yang harus dipahami oleh penuntut ilmu. Semakin kita mengerti, maka semakin lurus pemahaman kita dan akan semakin dewasa dalam menghukumi.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49835-al-quran-sebagai-pembeda/